Sabtu, 16 Desember 2017

BAB 12


TEORI STRUKTUR MODAL
 
1.        PENDEKATAN TRADISIONAL
Pendekatan tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal. Dengan kata lain struktur modal mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan. Struktur modal bisa dirubah-rubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang optimal.

2.        PENDEKATAN MODIGLIANI DAN MILLER (MM)
Pada tahun 1950-an, dua orang ekonom menentang pandangan tradisional struktur modal. Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Kemudian pada awal tahun 1960-an, kedua ekonom tersebut memasukkan faktor pajak ke dalam analisis mereka. Mereka sampai pada kesimpulan bahwa nilai perusahaan dengan utang lebih tinggi dibandingkan nilai perusahaan tanpa utang. Kenaikan nilai tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak dari penggunaan utang.

Bagan 1. Biaya Modal menurut Pedekatan Tradisional


 


2.1.  Proposisi MM Tanpa Pajak
MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka :
1.        Tidak ada pajak
2.        Tidak ada biaya transaksi
3.        Individu dan perusahaan meminjam pada tingkat yang sama  

Dengan asumsi-asumsi tersebut, MM mengajukan dua proposisi yang dikenal sebagai proposisi MM tanpa pajak.

2.1.1.      Proposisi 1 (Tanpa Pajak)
Nilai perusahaan yang menggunakan hutang akan sama dengan nilai perusahaan yang tidak menggunakan hutang sebagai berikut ini.

VL = VU

Dimana       VL    = nilai untuk perusahaan yang menggunakan utang (value for leveraged
                               companies)
                   VU   = nilai untuk perusahaan yang tidak menggunakan utang (100% saham, atau
                              value for unlevered companies)
Dengan kata lain, dalam kondisi tanpa pajak, Modigliani dan Miller berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan. Tingkat keuntungan dan risiko usaha (keputusan investasi) yang akan mempengaruhi nilai perusahaan (bukannya keputusan pendanaan). Bagan berikut ini menggambarkan situasi tersebut.

Bagan 2. Nilai Perusahaan menurut MM (Tanpa Pajak)

Argumen mereka bisa dan sering dianalogikan sebagai roti (pie) seperti berikut ini. 


Dalam gambar tersebut, struktur modal hanya seperti memotong roti yang besarnya sudah ditentukan. Bagaimana cara memotong roti tersebut tidak akan mempengaruhi besar kecilnya roti tersebut. Jika ada dua perusahaan dengan struktur modal yang berbeda, tingkat keuntungan an risiko keduanya sama, mempunyai nilai yang berbeda, maka akan terjadi proses arbitrase. Arbitrase tersebut akan terjadi sampai nilai kedua perusahaan tersebut sama.

2.1.2.      Proposisi 2 (Tanpa Pajak)
Proposisi 2 mengatakan bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk perusahaan yang menggunakan hutang, naik proporsional terhadap peningkatan rasio hutang dengan saham.
 ks = ko + B / S (ko – kb)
dimana       ks    = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
                   ko   = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa utang
                   B/S = rasio utang dengan saham
                   kb   = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk utang (tingkat bunga)
Dengan menggunakan hutang yang semakin banyak, perusahaan bisa menggunakan sumber modal yang lebih murah yang semakin besar. Penggunaan sumber modal yang murah yang semakin banyak akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbang perusahaan (WACC) tersebut, jika tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham (ks) konstan. Tetapi dengan semakin meningkatnya hutang, tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham (ks) juga akan meningkat. Dua efek yang saling berlawan tersebut menghasilkan biaya modal rata-rata tertimbang yang konstan. Hasilnya, nilai perusahaan akan konstan.
Bagan berikut ini menggambarkan situasi tersebut secara grafis.
Bagan 4. Biaya Modal Perusahaan menurun MM (Tanpa Pajak)


Bagan diatas menunjukkan kb yang konstan. Tetapi menunjukkan peningkatan proporsional dengan peningkatan rasio utang terhadap saham (B/S). Hasilnya adalah WACC yang konstan.

2.2.  Proposisi MM dengan Pajak
Dengan memasukkan pajak, MM menambah dimensi baru ke dalam analisis. Kembali pada ilustrasi roti (pie) dimuka, dengan memasukkan pajak, kita akan melihat sebagai berikut.
Bagan 5. Pendekatan Roti menurut MM (dengan Pajak)

Terlihat bahwa roti tersebut dibagi ke dalam tiga bagian : saham, utang, dan pajak. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Utang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurangan pajak. Dalam gambar (a) di mana utang yang digunakan lebih sedikit, pajak yang dibayarkan menjadi lebih besar. Karena aliran kas yang keluar (melalui pajak) semakin besar, roti yang tersisa menjadi semakin kecil. Gambar (b) nampak lebih besar dibandingkan dengan roti yang tersisa pada (a). Ilustrasi tersebut menunjukkan bahwa dengan memperhitungkan pajak, struktur modal bisa mempengaruhi nilai perusahaan.

2.2.1.      Proposisi 1 (dengan Pajak)
Nilai perusahaan dengan utang akan sama dengan nilai perusahaan tanpa utang plus penghematan pajak karena bunga utang. Formula untuk pernyataan tersebut ditulis sebagai berikut ini.

VL       = VU + Tc B
            = EBIT (1 – Tc) / ko + Tc . kb . B / kb

Dimana Tc        = tingkat pajak (perusahaan)
              B         = besarnya utang
              ks        = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham
              kb        = tingkat keutungan utang (tingkat bunga)
              ko        = tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham perusahaan tanpa utang        EBIT   = Earning Before Interest and Taxes (pendapatan sebelum pajak dan bunga)

Nilai perusahaan tanpa utang merupakan present value dari tingkat keuntungan EBIT (Earning Before Interest and Taxes), didiskontokan dengan biaya modal saham tanpa utang (ko). Penghematan bunga didiskontokan dengan biaya modal utang (kb). Perbedaan diskonto tersebut disebabkan karena risiko yang berbeda antara EBIT (aliran kas untuk pemegang saham) dengan bunga (aliran kas untuk pemegang utang). Bagan berikut ini menjelaskan situasi tersebut.
Bagan 6. Nilai Perusahaan menurut MM (dengan Pajak)

Nampak nilai perusahaan dengan utang meningkat proporsional dengan penggunaan utang. Nilai perusahaan akan terus meningkat tidk terbatas, sampai utang 100%. Tentu saja implikasi tersebut sangat ekstrem, mengingat dengan kenyataan, tidak ada perusahaan yang mempunyai utang 100%.

2.2.2.           Proposisi 2 (dengan Pajak)
Proposisi 2 (dengan pajak) mengatakan bahwa biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya utang. Tetapi penghematan dari pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham. Pernyataan tersebut bisa dituliskan ke dalam formula berikut ini.

ks = ko + B/S (1 – Tc) (ko – kb)

Formula tersebut mempunyai implikasi bahwa penggunaan utang yang semakin banyak akan meningkatkan biaya modal saham. Tetapi penggunaan utang yang lebih banyak, berarti menggunakan modal yang lebih murah (biaya modal utang lebih kecil dibandingkan biaya modal saham), akan menurunkan biaya modal rata-rata tertimbang (meski biaya modal sahamnya meningkat). Gambar berikut ini menunjukkan ilustrasi proposisi MM dengan menggunakan pajak.

Bagan 7. Biaya Modal menurun MM (dengan Pajak)


Teori MM tersebut sangat kontroversial. Implikasi teori tersebut adalah perusahaan sebaiknya menggunakan utang sebanyak-banyaknya (99%, sebagai contoh). Tetapi dalam kenyataan, tidak ada perusahaan yang mempunyai utang sebesar tersebut.

3.        TEORI TRADE-OFF DALAM STRUKTUR MODAL
Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan utang sebanyak-banyaknya. Satu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya utang, akan semakin tinggi kemungkinan (probabilitas) kebangkrutan. Ssebagai contoh, semakin tinggi utang, semakin besar bunga yang harus dibayarkan. Kemungkinan tidak membayar bunga yang tinggi akan semakin besar. Pemberi pinjaman bisa membangkrutkan perusahaan jika perusahaan tidak  bisa membayar utang.
Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Penelitian di luar negeri menunjukkan biaya kebangkrutan bisa mencapai sekitar 20% dari nilai perusahaan. Biaya tersebut mencakup dua hal:
1.        Biaya langsung : biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, biaya pengacara, biaya akuntan, dan biaya lainnya yang sejenis.
2.        Biaya tidak langsung : biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misal, supplier barangkali tidak akan mau memasok barang karena mengkhawatirkan kemungkinan tidak terbayar.
Dengan biaya kebangkrutan yang besar, proposisi MM dengan pajak bisa dimodifikasi sebagai berikut ini.

            VL = VU + PV penghematan Pajak – PV Biaya Kebangkrutan

Biaya lain dari peningkatan utang adalah meningkatnya biaya keagenan utang (agency cost of debt). Jika utang meningkat, maka konflik antara pemegang utang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang utang akan meningkat. Dalam situasi tersebut, pemegang utang akan semakin meningkatkan pengawasan (monitoring) terhadap perusahaan. Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya-biaya monitoring (persyaratan yang lebih ketat, menambah jumlah akuntan, dan sebagainya) dan bisa juga dalam bentuk kenaikan tingkat bunga. Dengan memasukkan biaya keagenan, persamaan nilai perusahaan di atas bisa diperluas sebagai berikut ini.

VL = VU + PV Penghematan Pajak – [PV biaya Kebangkrutan + PV Biaya Keagenan]

Bagan berikut ini menggambarkan adaya trade-off antara penghematan pajak, biaya kebangkrutan, dan biaya keagenan).

Bagan 8. Nilai Perusahaan menurut Pendekatan Trade-Off


Bagan tersebut menunjukkan bahwa nilai perusahaan dengan utang akan semakin meningkat dengan meningkatnya utang. Tetapi nilai tersebut mulai menurun pada titik tertentu. Pada titik tersebut, tingkat utang merupakan tingkat yang optimal. Dengan demikian gabungan antara struktur modal Modigliani-Miller dengan memasukkan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan mengindikasikan adanya trade-off antara penghematan pajak dari utang dengan biaya kebangkrutan. Teori tersebut kemudian dikenal sebagai teori trade-off struktur modal, atau static trade-off capital structure theory.  
Meskipun teori trade-off dalam struktur modal memberikan pandangan baru dalam struktur modal, tetapi teori tersebut memberikan formula yang pasti yang bisa memberi petunjuk berapa tingkat utang yang optimal.

4.        MODEL MILLER DENGAN PAJAK PERUSAHAAN DAN PERSONAL
Modigliani dan Miller mengembangkan model struktur modal tanpa pajak, dan dengan pajak. Nilai perusahaan dengan pajak lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahaan tanpa pajak. Selisih tersebut diperoleh melalui penghematan pajak karena bunga bisa dipakai untuk mengurangi pajak. Penghematan pajak tersebut bisa dihitung sebagai berikut ini.

Penghematan Pajak = VL – VU = tc . B

Miller sendiri kemudian mengembangkan model struktur modal dengan memasukkan pajak personal. Pemegang saham dan pemegang utang harus membayar pajak jika mereka menerima dividen (untuk pemegang saham) atau bunga (untuk pemegang utang). Menurut Miller, nilai perusahaan yang menggunakan utang, setelah memasukkan pajak personal adalah sebagai berikut ini.

VL = VU + { 1 – [(1 – Tc)(1 – ts) / (1 – tb)]} B

Dimana       VL    = nilai perusahaan dengan utang
                   VU   = nilai perusahaan tanpa utang
                   Tc     = tingkat pajak perusahaan
                   ts       = tingkat pajak pemegang saham (atas dividen dan capital gain)
                   tb      = tingkat pajak untuk pemegang utang (atas bunga)
                   B       = utang
Menurut model tersebut, tujuan yang ingin dicapai adalah, tidak hanya meminimalkan pajak perusahaan, tetapi meminimalkan total pajak yang harus dibayarkan (pajak perusahaan, pajak atas pemegang saham, dan pajak atas pemegang utang). Melihat persamaan di atas mempunyai beberapa implikasi. Jika (1 – tb) = (1 – Tc) (1 – ts), maka persamaan di atas menjadi,
VL = VU + (1 – 1) B = VU
Dengan kata lain, pada kondisi tersebut, nilai perusahaan dengan utang sama dengan nilai perusahaan tanpa utang. Tidak ada penghematan pajak atas bunga utang. Tidak ada penghematan pajak atas bunga utang. Pada situasi lain, dimana ts = tb, persamaan diatas menjadi,

VL = VU + Tc . B

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai perusahaan dengan utang sama dengan nilai perusahaan tanpa utang ditambah penghematan pajak karena bunga utang. Persamaan tersebut sama dengan argumen MM dengan pajak.
Dengan situasu diatas merupakan situasi ekstrem. Pada situasi kebanyakan, nilai Vl akan berada diantara nilai VU dan nilai VU + Tc.B.

Bagan 9. Nilai Perusahaan dengan Memasukkan Pajak Personal

5.        PECKING ORDER THEORY
Teori trade-off mempunyai implikasi bahwa manajer akan berfikir dalam kerangka trade-off antara pengehamatan pajak dan biaya kebangkrutan dalam penentuan struktur modal. Dalam kenyataan empiris, nampaknya jarang manajer keuangan yang berfikir demikian. Seorang akademisi, Donald Donaldson (1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat. Pengamatannya menunjukkan bahwa perusahaan yang mempunyai keuntungan yang tinggi ternyata cenderung menggunakan utang yang lebih rendah.
Secara spesifik, perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi dalam penggunaan dana. Skenario urutan dalam Pecking Order Theory adalah sebagai berikut ini.
1.        Perusahaan memilih pendanaan internal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
2.        Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi. Perusahaan berusaha menghindari perubahan dividen yang tiba-tiba. Dengan kata lain, pembayaran dividen diusahakan konstan atau, kalau berubah terjadi secara gradual dan tidak berubah dengan signifikan.
3.        Karena kebijakan dividen yang konstan (sticky), digabung dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu, dan akan lebih kecil pada saat yang lain. Jika kas tersebut lebih besar, perusahaan akan membayar utang atau membeli surat berharga. Jika kas tersebut lebih kecil, perusahaan akan menggunakan kas yang dipunyai atau menjual surat berharga.
4.        Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yang paling aman terlebih dulu. Perusahaan akan memulai dengan utang, kemudian dengan surat berharga campuran (hybrid) seperti obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir.
Teori tersebut tidak mengindikasikan target struktur modal. Teori tersebut menjelaskan urut-urutan pendanaan. Menurut teori ini, manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat utang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Teori pecking order bisa menjelaskan kenapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat utang yang lebih kecil.

6.        TEORI ASIMETRI INFORMASI DAN SIGNALING
Konsep signaling dan asimetri informasi berkaitan erat. Teori asimetri mengatakan bahwa pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai prospek dan risiko perusahaan. Pihak tertentu mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan pihak lainnya. Manajer biasanya mempunyai informasi yang lebih baik dibandingkan dengan pihak luar (seperti investor). Karena itu bisa dikatakan terjadi asimetri informasi antara manajer dengan investor. Investor yang merasa mempunyai informasi yang lebih sedikit akan berusaha menginterprestasikan perilaku manajer.

6.1.  Myers dan Majluf (1977)
Menurut Myers dan Majluf (1977), ada asimetri informasi antara manajer dengan pihak luar: manajer mempunyai informasi yang lebih lengkap mengenai kondisi perusahaan dibandingkan dengan pihak luar. Pada saat harga saham menunjukkan nilai yang terlalu tinggi (overvalue), manajer akan cenderung mengeluarkan saham (memanfaatkan harga yang terlalu tinggi). Tentunya pihak luar (pasar) tidak mau ditupu. Karena itu pada saat penerbitan saham baru diumumkan, harga kan jatuh karena pasar menginterprestasikan bahwa harga saham sudah overvalue. Teori tersebut bisa menjelaskan fenomena jatuhnya harga saham pada saat terjadi pengumuman penerbitan saham baru, yang sering dijumpai.

6.2.  Signaling (Ross, 1977)
Ross (1977) mengembangkan model dimana struktur modal (penggunaan utang) merupakan signal yang disampaikan oleh manajer ke pasar. Jika manajer mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar harga saham meningkat, ia ingin mengkomunikasikan hal tersebut ke investor. Salah satu cara yang paling sederhana adalah dengan mengatakan secara langsung ‘perusahaan kami mempunyai prosperk yang baik’. Tentu saja investor tidak akan percaya begitu saja. Di samping itu, manajer ingin memberikan signal yang lebih dipercaya (credible). Manajer bisa menggunakan utang lebih banyak, sebagai signal yang lebih credible. Karena perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik. Dengan demikian hutang merupakan tanda atau signal positif.

7.        TEORI LAINNYA
7.1.  Pendekatan Teori Keagenan (Agency Approach)
Menurut pendekatan ini, struktur modal disusun untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Konflik antara pemegang saham dengan manajer adalah konsep free-cash flow (Jensen, 1985). Free-cash flow dalam konteks ini didefinisikan sebagai aliran kas yang tersisa sesudah semua usulan investasi dengan NPV positif didanai. Tetapi ada kecenderungan manajer ingin menahan sumber daya (termasuk free-cash flow) sehingga mempunyai kontrol atas sumber daya tersebut. Utang bisa dianggap sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan free-cash flow. Jika perusahaan menggunakan utang, maka manajer akan dipaksa untuk mengeluarkan kas dari perusahaan (untuk membayar bunga). Jika manajer tidak membayar bunga tersebut, manajer akan mengalami kebangkrutan; sesuatu yang ingin dihindari oleh manajer. Dengan demikian keputusan penggunaan utang bisa dilihat sebagai upaya untuk mengatasi konflik keagenan atas free-cash flow.

7.2.  Pendekatan Interaksi Produk/Input dengan Pasar
Model ini berangkat dari teori organisasi industri, dan relatif baru dibandingkan teori lainnya. Ada dua kategori dalam pendekatan ini: (1) Menjelaskan hubungan antara struktur modal perusahaan dengan strategi, dan (2) Menjelaskan hubungan antara struktur modal dengan karakteristik produk atau input.

7.3.  Kontes atas Pengendalian Perusahaan
Beberapa penemuan pendekatan ini adalah perusahaan yang menjadi target (dalam pengambilalihan) akan meningkatkan tingkat utangnya, dan mengakibatkan kenaikan harga saham. Tingkat utang berhubungan negatif dengan kemungkinan sukses tender offer (penawaran terbuka pada proses pengambilalihan usaha). Premi yang dibayarkan ke pemegang saham perusahaan target (selisih antara harga yang dibayarkan dengan harga pasar saham) akan semakin besar jika perusahaan target mempunyai tingkat utang yang lebih tinggi. Perusahaan target yang mempunyai biaya yang tinggi untuk diambil alih, akan mempunyai tingkat utang yang lebih rendah, dan akan memperoleh premi yang lebih besar jika pengambilalihan terjadi. Perusahan yang mempunyai potensi tinggi untuk diambil alih akan mempunyai tingkat utang yang tinggi.

1 komentar:

BAB 14

ANALISIS INVESTASI LANJUTAN : PENDEKATAN ADJUSTED PRESENT VALUE 1.      METODE ADJUSTED PRESENT VALUE (APV) 1.1. Kerangka APV ...