Jumat, 29 Desember 2017

BAB 14

ANALISIS INVESTASI LANJUTAN : PENDEKATAN ADJUSTED PRESENT VALUE

1.    METODE ADJUSTED PRESENT VALUE (APV)
1.1. Kerangka APV
Variasi lain dari WACC (weighted average cost of capital, atau biaya modal rata-rata tertimbang) dalam analisis investasi adalah APV (Adujsted Present Value). APV menggunakan prinsip value additive (penambahan nilai), dengan mengambil ide dari model struktur modal Modigliani Miller (MM). Menurut MM dengan pajak, nilai perusahaan dengan hutang adalah nilai perusahaan 100% saham ditambah dengan penghematan pajak dari hutang (bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak). APV dengan demikian dihitung dengan menambahkan nilai base-case plus manfaat dari pinjaman (financing), seperti berikut ini.

APV = Base-case NPV + NPV dari keputusan pembelanjaan karena memutuskan  melakukan proyek

Base-case NPV dihitung melalui asumsi proyek dilakukan dengan menggunakan saham semuanya (100% saham). Sumber NPV dari keputusan pendanaan (financing decision) tidak hanya dari penghematan pajak, tetapi juga dari sumber lain, misal pinjaman yang disubsidi oleh pemerintah.

1.2.  Peningkatan Kapasitas Pinjaman
Misalkan perusahaan ingin mempertahankan rasio hutang sebesar 40%. Dengan bertambahnya aset, maka hutang yang bisa dipinjam oleh perusahaan juga akan semakin meningkat (untuk mempertahankan rasio yang sama). Jika perusahaan melakukan usulan investasi, maka asetnya akan bertambah, dan karenanya kapasitas pinjaman juga akan bertambah. Apakah kapasitas pinjaman yang bertambah tersebut mempunyai nilai? Jika bunga yang dibayarkan bisa dipakai sebagai pengurang pajak, maka semakin besar bunga yang dibayarkan, akan semakin besar penghematan pajak yang diperoleh. Dengan kata lain, penambahan kapasitas hutang akan mendatangkan nilai bagi perusahaan.
Misalkan ada suatu usulan investasi yang memerlukan modal sebesar Rp.100 juta, usulan investasi berusia sepuluh tahun, tingkat bunga pinjaman adalah 20%, pajak adalah 40%. Jika perusahaan tidal melakukan investasi tersebut, maka tidak ada tambahan utang yang diakibatkan oleh investasi tersebut. Karena itu tidak ada penghematan pajak yang diperoleh. Dengan melakukan investasi, maka aset perusahaan akan meningkat sebesar Rp.100 juta. Kapasitas utang perusahaan akan meningkat sebesar 0,4 × Rp.100 juta = Rp.40 juta.
Jika kita ingin menghitung APV (Adjusted Present Value), maka kita harus menghitung manfaat tambahan dari keputusaan pendanaan. Dengan kata lain, kita harus menghitung penghematan pajak karena semakin meningkatkan utang. Misalkan, untuk mempermudah analisis, utang sebesar Rp 40 juta tersebut tetap bertahan selama sepuluh tahun. Utang baru dilunasi pada akhir proyek. Contoh tersebut sebenarnya tidak konsisten dengan pernyataan perusahaan yang ingin mempertahankan 40% rasio utangnya. Nilai proyek akan didepresiasi, sehingga nilai buku proyek pertahunnya akan menurun. Jika nilai tersebut semakin menurun, dan perusahaan ingin mempertahankan rasio utang 40%, maka nilai utangnya akan semakin turun dari tahun ketahun. Untuk menyerdehanakan perhitungan, diasumsikan utang sebesar Rp 40 juta pertahun tetap bertahan sampai akhir proyek.
Penghematan pajak bisa dihitung sebagai berikut ini.
Tahun
Utang yang Beredar
Bunga
Penghematan Pajak (bunga × pajak)
PV Penghematan Pajak (disc rate = 20%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rp 40 juta
Rp 40 juta
Rp 40 juta
Rp 40 juta
Rp 40 juta
Rp 40 juta
Rp 40 juta
Rp 40 juta
Rp 40 juta
Rp 40 juta
Rp 8 juta
Rp 8 juta
Rp 8 juta
Rp 8 juta
Rp 8 juta
Rp 8 juta
Rp 8 juta
Rp 8 juta
Rp 8 juta
Rp 8 juta
Rp 3,2 juta
Rp 3,2 juta
Rp 3,2 juta
Rp 3,2 juta
Rp 3,2 juta
Rp 3,2 juta
Rp 3,2 juta
Rp 3,2 juta
Rp 3,2 juta
Rp 3,2 juta
2.666.667
2.222.222
1.851.852
1.543.210
1.286.008
1.071.674
   893.061
   744.218
   620.181
   516.818
Total PV Penghematan Pajak
        13.415.911

Penghematan pajak sebasar sekitar Rp 13 juta diperoleh melalui peningkatan kapasitas utang. Penghematan tersebut bisa ditambhakan ke dalam analisis APV (hasil dari keputusan pendanaan).

2.     PERBANDINGAN APV DENGAN WACC
Secara teoritis, analisis investasi dengan metode APV dan WACC akan menghasilkan angka dan kesimpulan yang sama. Dengan menggunakan metode APV, dimana hanya penghematan pajak saja yang kita analisis (penghematan lainnya seperti subsidi pinjaman dianggap tidak ada).
2.1.   Analisis dengan APV
          Dengan menggunakan APV, maka kita akan menghitung formula berikut ini.

          APV = NPV 100% saham + PV penghematan pajak dari bunga
                  = ( Kas / ks ) + ( Tingat pajak × Utang)

Karena perusahaan ingin menggunakan tingkat utang sebesar 405 dari nilai pasar perusahaan, maka kita akan menghitung nilai perusahaan dengan utang terlebih dulu, kemudian kita bisa mengitung besarnya utang yang akan dimiliki oleh perusahaan. Perhitungannya adalah sebagai berikut ini.

          Vd = Nilai 100% saham + Pajak × 40% × Vd

Dimana Vd = nilai perusahaan dengan menggunakan utang.

2.2.    Analisis dengan WACC
          Jika kita menggunakan WACC, kita akan menghitung biaya modal rata-rata tertimbang. Pertama, kita harus menghitung biaya modal saham yang baru, yang mencerminkan tambahan hutang. Dengan menggunakan formula yang dikembangkan oleh MM seperti berikut ini, kita bisa menghitung ks yang baru.

          ks = ro + B / S (1 – tc) (ro – rb)

Net Present Value (NPV) dengan menggunakan WACC adalah.

          NPV = (Kas tersedia untuk pemegang saham / WACC) – Investasi

2.3.    Perbandingan APV dengan WACC
Pembahasan di muka menunjukkan bahwa APV dan WACC secara teoritis menghasilkan kesimpulan yang sama. Keduanya juga menggunakan aliran kas yang tidak dipengaruhi oleh keputusan pendanaan. Keduanya berbeda sebagai berikut ini. Pada APV, NPV dasar (base) kemudian ditambahkan dengan PV manfaat dari keputusan pendanaan. Sedangkan pada WACC, pengaruh keputusan pendanaan terlihat pada tingkat diskonto (biaya modal rata-rata tertimbang). APV menghitung pengaruh keputusan pendanaan secara langsung. Sedangkan pada WACC pengaruh keputusan pendanaan dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui tingkat diskonto.
Pertanyaan berikutnya adalah dalam situasi apa WACC atau APV lebih baik dipakai. Berikut ini beberapa pedoman untuk menentukan mana yang sebaiknya dipakai, dan dalam situasi yang bagaimana.
1.      Jika risiko proyek konstan selama usia proyek tersebut, maka biaya modal saham dan biaya modal rata-rata tertimbang akan konstan selama proyek tersebut dilakukan. Dalam situasi tersebut, WACC cukup praktis digunakan. Dengan menggunakan APV, kita tidak perlu mengidentifikasi satu-persatu efek keputusan pendanaan. Jika risiko proyek berubah-ubah selama usia proyek tersebut, maka biaya modal juga akan berubah-ubah. Pada situasi ini menghitung efek keputusan pendanaan secara langsung, seperti yang dilakukan oleh APV akan lebih praktis.
2.      WACC berbicara mengenai rasio hutang, sedangkan APV berbicara mengenai tingkat (jumlah) hutang. Jika jumlah hutang bisa diprediksi dengan baik, maka APV cukup praktis digunakan. Jika tingkat (jumlah) hutang sulit diprediksi, maka penggunaan APV menjadi lebih sulit. Contoh, jika rasio hutang terhadap nilai perusahaan tetap, kemudian nilai perusahaan berubah-ubah, maka jumlah hutang juga akan berubah-ubah. Jumlah hutang menjadi lebih sulit dihitung Tetapi jika rasio hutang berubah-ubah, maka WACC menjadi sulit diaplikasikan.

3.       MENGHITUNG BETA UNLEVERED
3.1.    Tanpa Pajak
Untuk menggunakan APV, kita membutuhkan biaya modal saham untuk perusahaan yang menggunakan 100% saham (ro). Dengan menggunakan formula CAPM, biaya modal saham 100%, bisa dihitung sebagai berikut ini.

ro = Rf + βU (Rm – Rf)

dimana βU adalah beta perusahaan dengan 100% saham. Tetapi, biasanya perusahaan menggunakan hutang sebagian. Jarang ada perusahaan yang menggunakan saham 100%.Kita bisa menggunakan formula CAPM untuk menghitung biaya modal saham perusahaan (yang biasanya menggunakan hutang) seperti berikut ini.

rs = Rf + β (Rm – Rf)
β dalam hal ini adalah beta saham atau risiko sistematis saham (karena dihitung melalui saham yang listing di bursa) yang dihitung melalui regresi model pasar (market model), atau menggunakan formula β = Kovarians return pasar dengan return saham / Varians pasar. Model pasar bisa dituliskan sebagai berikut ini.

Ri = αi + βi (Rm) + ei

βi yang diperoleh merupakan risiko sistematis saham i. Perhatikan bahwa perusahaan biasanya menggunakan hutang sehingga βi tersebut merupakan beta yang mengandung unsur hutang. Padahal kita menginginkan beta 100% saham untuk menghitung biaya modal saham. Kita bisa melakukan penyesuaian dengan ‘menghilangkan’ pengaruh beta hutang sebagai berikut ini.
Beta perusahaan dengan saham 100% (beta aset) bisa dianggap terdiri dari beta hutang dan beta saham. Beta aset tersebut merupakan beta rata-rata tertimbang dari setiap beta individualnya, seperti berikut ini.

βASET = (B / (B + S)) βUTANG + (S / (B + S)) βSAHAM

βutang biasanya sangat kecil, sehingga bisa dianggap nol. Karena itu persamaan di atas bisa dituliskan sebagai berikut ini.

βASET = (S / (B + S)) βSAHAM

Dengan melakukan beberapa manipulasi, beta saham bisa dihitung sebagai berikut ini.

βSAHAM = βASET (1 + (utang / Saham))

3.2.    Dengan Pajak
Dalam dunia dengan pajak, kita bisa menggunakan formula Modigliani-Miller sebagai berikut ini untuk menurunkan beta aset (beta perusahaan dengan 100% saham).
VL = VU + tc . B = B + S
Persamaan di atas mengatakan bahwa nilai perusahaan dengan hutang sama dengan nilai perusahaan tanpa hutang ditambah dengan PV penghematan pajak. Term yang paling kanan mengatakan bahwa nilai perusahaan dengan hutang sama dengan nilai hutang ditambah nilai saham.
Persamaan (6) menunjukkan bahwa beta aset merupakan rata-rata tertimbang dari beta sumber dana individual. Karena B + S = VL dan VL = VU + tc.B, maka beta aset bisa dituliskan berikut ini.

βASET = (B / VL) βUTANG + (S / VL) βSAHAM  .... (9)
atau
βASET = (VU / VL) βU + ((tc.B) / VL) βUTANG   .... (10)
dimana βU adalah beta untuk perusahaan unlevered (tidak menggunakan utang).
Dengan menyamakan (9) dan (10), maka:

(B / VL) βUTANG + (S / VL) βSAHAM = (VU / VL) βU + ((tc.B) / VL) βUTANG
(S / VL) βSAHAM = (VU / VL) βU + βUTANG [ ((tc.B) – B) / VL ]
βSAHAM = (VL / S) (VU / VL) βU + βUTANG [ ((VL.tc.B) – VL.B) / (VL.S) ]
βSAHAM = (VU / S) βU + βUTANG [ ((tc.B) – B) / S ]

Persamaan MM untuk nilai perusahaan dengan hutang adalah VL = VU + t.B. Dengan kata lain, VU = VL – t.B. Karena VL = B + S, maka kita juga bisa menuliskan sebagai berikut: VU = B + S – t.B. Dengan demikian persamaan di atas bisa dituliskan kembali sebagai berikut ini.

βSAHAM = ((B + S – t.B) / S) βU + βUTANG [((tc.B) – B) / S]
βSAHAM = βU.B + βU.S – βU.t.B + βHUTANG.t.B – βB.B / S

Persamaan di atas bisa disederhanakan menjadi berikut ini.

βSAHAM = βU + βU (B / S) – βU (t.B / S) + βUTANG (t.B / S) (B / S) – βB
βSAHAM = βU + [ βU – βU.t + βUTANG.t – βB ] (B / S)
βSAHAM = βU + [ (1 – t) (βU – βB) (B / S) ]
βSAHAM = βU (1 + (1 – t) (B) / S )

Beberapa implikasi bisa dilihat dari persamaan di atas. Pada perusahaan dengan utang, (B / S) adalah positif. Karena itu term (1 – t) (B / S) akan bernilai positif. Dengan demikian beta saham perusahaan yang menggunakan utang lebih besar dibandingkan dengan beta saham 100%. Hasil semacam itu masuk akal karena utang meningkatkan risiko perusahaan. Tetapi peningkatan beta tersebut tidak setajam pada situasi tanpa pajak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

BAB 14

ANALISIS INVESTASI LANJUTAN : PENDEKATAN ADJUSTED PRESENT VALUE 1.      METODE ADJUSTED PRESENT VALUE (APV) 1.1. Kerangka APV ...